Perkembangan Jamur Di Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan meerupakan salah satu tulang punggung perekonomin negara. Ketangguhan usaha berbasis pertanian telah teruji dan mampu bertahan pada saat Indonesia didera krisis ekonomi pada tahun 1998. Usaha dibidang pertanian, perkebunan dan kehutanan merupakan proses produksi yang secara biologis mengikuti hukum aliran energi. Dimana hasil dari keseluruhannya berupa biomasa tanaman. Selama ini setelah diambil hasil utamanya (pascapanen) biasanya sebagian besar biomasanya yang telah diproduksi tanaman tersebut terpaksa harus dibuang dalam bentuk limbah, contohnya adalah serbuk gergaji yang merupakan limbah dari hasil pengolahan kayu, dalam jumlah yang besar serbuk gergaji ini menjadi masalah untuk tempat penggergajian kayu itu sendiri (sawmill)

perkembangan-jamur-tiram-jamurselawangiAda beberapa alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah limbah tersebut, misalnya dengan cara dibakar, namun cara ini menimbulkan efek negatif berupa polusi asap dan resiko kebakaran yang tidak terkendali. Salh satu solusi yang paling tepat adalah dengan cara menjadikannya bahan baku media jamur tiram. Sebab dari alternatif ini selain menguranginmasalah limbah yang ada, juga bisa menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat.
Di Indonesia, jamur tiram diperkirakan sudah mulai dibudidayakan sekitar tahun 1950-an dan terus  berkembang hingga saat ini jamr tiram merupakan salah satu jenis jamur yang berkembang dengan pesat, baik dari sisi teknologi budidaya maupun dari sisi permintaan pasar dan Jawa Barat merupakan sentra produksi jamur tiram di Indonesia. Disini banyak petani jamur tiram yang tersebarmulai dari Bandung, Cianjur, Sukabumi, Bogordan sekitarnya.

Beberapa alasan mengapa jamur tiram di Indonesia bisa berkembang begitu pesat, antara lain :

1. Bahan baku yang diperlukan untuk budidaya jamur tiram adalah limbah organik yang tersedia sepanjang tahun. Jamur tiram membutuhkan serat-serat kayu yang tidak sulit didapat di alam Indonesia dan dapat dipasok secara berkelanjutan.

2. Kondisi agroklimat Indonesia sangat mendukung untuk untuk pertumbuhan jamur tiiram, sehingga bisa melakukan budidaya sepanjang tahun tanpa harus menggunakan alat pengatur suhu ruangan seperti yang dilakukan petani di negara subtropis untuk membantu peprtumbuhan jamurnya

3. Jamur tiram termasuk kosmopolitan, artinya jamur tiram mampu hidup dengan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun hasilnnya mungkin akan berbeda antara yang dibudidayakan di dataran tinggi dan di dataran rendah tergantung perawatan.

4. Produktifitas persatuan luas dan waktu cukup tinggi, sebagai contoh untuk luas lahan 1 meter persegi dapat menghasilkan 80-200 Kg jamur segar pertahun. Sementara itu, dengan luasan yang sama bila ditanami padi hanya menghasilkan 1,6-3,6 Kg gabah pertahun.

5. Daya tahan fisiologis yang dimiliki jamur tiram lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur lainnya. Karena itu, jamur tiram mampu beradaftasi dengan baik terhadap lingkungan, terutama menghadapi perubahan kondisi cuaca di indonesia yang cendrung ekstrim. Kelebihannya ini akan memberikan kemudahan bagi para petani dalam mengontrol pertumbuhannya dan mengurangi rasa khawatir dalam gagal panen.

6. Teknologi budidaya jamuri tiram relatif mudah untuk dipelajari, sehingga banyak menarik minat para pengusaha baru untuk mempelajarinya.

7.  Skala usaha yang fleksibel dapat disesuaikan dengan modal awal yang tersedia. Dengan perincian usaha yang jelas dan tepat  membuat petani lebih mudah merancang estimasi biaya.

8.  Permintaan pasar tinggi dan stabil dari waktu ke waktu. Beberapa tahun belakangan bahkan permintaan jamur tiram terus meningkat. Hal ini disebabkan rasa dan aroma jamur tiram banyak disukai, bergizi tinggi, menyehatkan dan harganya sangat terjangkau oleh semua kalangan.
Hingga saat ini kebutuhan jamur tiram segar untuk wilaayah Jabodetabek masih kurang dan masih mengimpor dari luar negri terutama dari negar Cina. Belum lagi kota-kota besar di Indonesia yang masih belum bisa dipasok jamur lokal, masyarakatkota-kota besar di Sumatera, Kalimantan dan Syulawesi selama ini masih mengkonsumsi jamur impor.
Pasar yang begitu besar merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi pelakuusaha (petani dan pedagang) jamur di Indonesia, untuk bisa memanfaatkan pangsa pasar yang selama ini dikuasai jamur impor, sudah saatnya kita bukan jadi penonton tetapi harus jadi pemain di lapangan sendiri.
Untuk bisa menguasai pasar tentu saja kita harus mempunyai jamur tiram yang berkualitas dan kuantitas yang cukup secara kontinyuitas yang terjaga. Selama ini banyak petani jamur yang gagal mempertahankan 3 hal tersebut. Ada yang mampu memproduksi jamur dengan kualitas baik tetapi kuantitasnya sedikit dan tidak bisa kontinyu, ada juga yang mempunyai kuantitas banyak dan bisa kontinyu tetapi kualitasnya kurang. Untuk mencapai kualitas, kuantitas dan kontinyuitas yang sesuai dengan harapan, makaa diperlukan manajemen produksi yang baik serta teknologi budidaya yang tepat.

Komentar